MAKALAH KESULTANAN BANTEN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan
....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A. Sejarah
Kesultanan Banten ...................................................................... 2
B. Letak
Kesultanan Banten ......................................................................... 3
C. Aspek
Kehidupan Kesultanan Banten ..................................................... 4
D. Raja-raja
di Kesultanan Banten ................................................................ 8
E. Puncak
Kejayaan ...................................................................................... 8
F. Kemunduran
Kesultanan Banten ............................................................. 9
G. Warisan
Kesultanan Banten ..................................................................... 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 11
A. Kesimpulan
............................................................................................... 11
B. Saran
......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
H.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indoesia memang meilki banyak
sejarah yang sangat menarik untuk dikaji, baik saat indonesia belum merdeka
sampai indonesia merdeka. Satu hal yang paling menarik dari sejarah Indonesia
adalah banyaknya kerajaan atau kesultanan yang ada pada abad pertengahan.
Beberapa kerajaan besar berdiri di indonesia.Kerajaan tersebut tersebar di
berbagai pelosok di negeri ini, dari pulau sumatera hingga pulau Irian dan yang
paling ada di pulau jawa. Kebanyakan kerajaan di pulau jawa memiliki corak
agama islam sehingga sering tidak disebut kerajaan melainkan sebuah kesultana
Salah
satu kesultanan yang ada di pulau jawa yaitu kesultanan Banten, Kesultanan ini
terletak di bagian barat pulau jawa tepatnya di provinsi banten. Kerajaan
Banten memiki banyak budaya dan ciri khas yang berbeda dengan beberapa kerajaan
yang ada indonesia. Meskipun Kerajaan Banten tidak termasuk suatu kesultanan
karena masa berdirinya singkat. Kerajaan Banten hanya mencapai puncaknya pada
saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari latar Belakang diatas Peneliti
meras tertarik untuk melakukan sebuah pengkajian yang berjudul “ Kesultanan
Banten”.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
Sejarah kesultanan Banten?
2. Dimanakah
letak atau posisi kesultanan Banten?
3. Bagaimanakah
aspek kehidupan di kesultanan Banten?
4. Siapa
raja-raja yang pernah memerinta di kesultanan Banten?
5. Warisan
apa sajakah yang berasal dari kesultanan Banten?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah kesultanan Banten.
2. Untuk
mengetahui letak atau posisi kesultanan Banten.
3. Untuk
mengetahui aspek kehidupan di kesultanan Banten.
4. Untuk
mengetahui raja-raja yang pernah memerintah di kesultanan. Banten.
5. Untuk
mengetahui warisan yang ditinggalkan dari kesultanan Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kesultanan Banten
1. Berdirinya Kesultanan
Banten
Kesultanan Banten berawal ketika
Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525,
Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan
Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut
sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan
Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan
Cimanuk. Sejarah utama berdirinya kerajaan Banten bermulai saa Anak dari Sunan
Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan
melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan
anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa
Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570).
Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana
Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda.
Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh
Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
2. Puncak Kejayaan
Kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal
dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi
pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah
kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram
dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong
menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh
kesultanan Banten.
3. Penurunan
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun
1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur
Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat
mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya
digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin
Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing
Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan
ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa
Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC
dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir
pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya
perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan
Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan
rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
4. Penghapusan
Kesultanan
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan
Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.[19] Daendels
memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan
menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan
dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya
Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana
Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan)
dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad
Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22
November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah
Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.[20] Kesultanan
Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.[21] Pada
tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan
dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan
pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
B.
Letak Kesultanan Banten
Kerajaan Banten yang menjadi salah
satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada
mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan
Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak
untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana
memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan
kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan
kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan berhasil menaklukkan kerajaan Banten
yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.

Letak Kekuasaan Kerajaan Banten
C.
Aspek Kehidupan Kesultanan Banten
1. Kehidupan Politik
Berkembangnya
Kerajaan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peranan raja-raja yang pernah
Kerajaan Banten.
1. Raja
Hasanuddin
Setelah
Banten di Islamkan oleh Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya
yang bernama Hasanuddin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Ia
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya
sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan
Kerajaan Banten berkembang cukup pesat.
Raja
Hasanuddin, juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki
daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas
pelayaran perdagangan Selat Sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat
Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Hasanuddin
menikah dengan putri dari Demk dan kemudian dinobatkan sebagai Panembahan
Banten pada tahun 1552. Pada tahun 1568, saat terjadi perebutan kekuasaan dan
peralihan kekuasaan ke Pajang. Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak.
Dengan demikian, Hasanuddin merupakan pendiri dan sekaligus sebagai raja
pertama Kerajaan Banten.
Di bawah
pemerintahannya, Banten berkembang dengan pesat dan banyak dikunjungi pedagang
asing, baik dari wilayah Nusantara maupun negeri lain, seperti Gujarat, Persia,
Cina, Turki, Pegu (selatan Myanmar), dan Keling. Para pedagang asing tersebut
kemudian membentuk perkampungan sesuai dengan asalnya.
Raja
Hasanuddin kemudian kawin dengan putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indrapura
menyerahkan tanah Selebar yang banyak menghasilkan lada kepadanya.
2. Panembahan
Yusuf
Setelah Raja
Hasanuddin wafat tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja
Banten berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga
berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang
ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran
tersebut, raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang
merupakan benteng terakhir kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya.
Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang
dideritanya.
3. Maulana
Muhammad
Ketika
Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang
ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin
menduduki Kerajaan Banten. Tetapi Mangkubumi Kerajaan Banten dan
pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan
Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja
Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja.
Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya
siap memerintah.
Pada tahun
1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang
Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bandar dagang yang terletak di tepi
Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi
lainnya di Sumatera. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah
Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian
berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu ‘Mufakir.
4. Abu ‘Mufakir
Abu ‘Mufakir
dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat
dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Ragkung.
Pada tahun
1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal
mereka datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.
5. Sultan Ageng
Tirtayasa
Setelah
Wafat, Abu’Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’Ma’ali
Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak
dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu’Ma’ali wafat, ia digantikan
oleh putranya yanmg bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari
tahun 1651-1692 M.
Dibawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas kerajaannya dan
mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawanan Kerajaan Mataram
terhadap Belanda dari Batavia. Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi
semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng
Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di
Batavia. Di samping itu Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan
Kerajaan Banten untuk mengadakan perompakan terhadap Belanda di Batavia,
sedangkan perkembunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh
orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah
Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun
1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu
dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa
berstirahat di Tirtayasa, tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya.
Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah
mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih
dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika
memerintah Kerajaan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda.
Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk
memasuki Kerajaan Banten. Melihat terjalinnya huungan antara Sultan Haji dengan
Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan dari
tangan Sultan Haji. Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya,
sehingga terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng
Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat
tahun 1692 M.
Kemenangan
Sultan Haji merupakan kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan
Banten berada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji
hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan
Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.
2. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Banten yang letaknya di
ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis
karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah
Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai
dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup
aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan
di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti
lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian,
dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi.
Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari
pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus
berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
3. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan masyarakat Banten yang
berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan
masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan
pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut banyak
yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan
Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan
sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan
yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi),
Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Dalam
bidang kebudayaan : kerajaan Bnaten pernah inggal seorang Syeikh yang bernama
Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga
Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir
masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani
pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah,
sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah,
Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia
seorang yang luas wawasannya. Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada
bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara
kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.
D.
Raja-raja Di Kesultanan Banten
1.
Maulana
Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
2.
Maulana Yusuf
atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
3.
Maulana Muhammad
atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596 • Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
4.
Sultan Abu
al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
5.
Sultan Ageng
Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
6.
Sultan Haji atau
Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
7.
Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya 1687 - 1690
8.
Sultan Abul
Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
9.
Sultan Abul
Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747 • Ratu Syarifah Fatimah 1747 -
1750
10.
Sultan Arif
Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773 • Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin
1773 – 1799
11.
Sultan Abul Fath
Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
12.
Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin
1803 - 1808
13.
Sultan Muhammad
bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813
E. Puncak
Kejayaan
Kesultanan Banten merupakan kerajaan
maritim dan mengandalkan perdagangan dalam
menopang perekonomiannya. Monopoli atas
perdagangan lada di Lampung,
menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara
dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang
penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten
menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten
berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang
Masa SultanAgengTirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa, serta juga
telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan
jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana
atau KerajaanTanjungpura (KalimantanBarat sekarang)
dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa
ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang
sebelumnya telah melakukan blokade atas
kapal-kapal dagang menuju Banten.
F. Kemunduran Kesultanan Banten
Bantuan dan dukungan VOC kepada
Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya
pada 12Maret1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan
Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang
berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian
tanggal 22Agustus1682 yang membuat VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal
17April1684, Sultan Haji juga mesti mengganti
kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji
tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. SultanAbuFadhlMuhammadYahya diangkat
mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya
digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad
Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang
Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di
Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara
keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas
ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada
masa akhir pemerintahan SultanAbul Fathi Muhammad Syifa
Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai
Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan
VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari
VOC.
G. Warisan Kesultanan Banten
Setelah dihapuskannya Kesultanan
Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak
tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan
masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan masyarakatnya untuk menjadikan
kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi, reformasi pemerintahan
Indonesia berperan mendorong kawasan Banten sebagai provinsi tersendiri yang
kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Selain itu
masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang diwarnai
oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan Kesultanan
Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan masyarakat Banten sebagai salah
satu kekuatan yang dominan di Nusantara.
Peninggalan kepurbakalaan tersebut adalah :
- Komplek Keraton Surosowan
- Komplek Mesjid Agung
- Meriam Ki Amuk
- Mesjid Pacinan Tinggi
- Komplek Keraton Kaibon
- Mesjid Koja
- Kerkhof
- Benteng Spelwijk
- Klenteng Cina
- Watu Gilang
- Makam Kerabat Sultan
- Mesjid Agung Kenari
- Benda-benda purbakala di Museum Banten
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas penulis dapat
menyimpulkan berberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Kesultanan
Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat.
Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati
bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan
mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber
Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda
selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan
Cimanuk.
2. Kerajaan
Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di
Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan
Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk
membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya
3. Aspek
kehidupan Kesultanan Banten meliputi: Aspekkehidupan politik, aspek kehidupan
ekonomi, dan aspek kehidupan sosial dan budaya.
4. Kesultanan
banten sepanjang sejaarahnya diperintah oleh beberapa raja dan saat pemerintahan
sultan agung tertiyasa kesultanan banten mengalami masa kejayaan.
5. Setelah
dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan
kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten
dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian
dari Provinsi Jawa Barat.
B.
Saran
Saran penulis adalah agar masyarakat
lebih mempelajari sejarah-sejarah yang ada di indonesia, salah saatunya
memahami tentang kerajaan yang ada di indonesia. Salah satu contohnya adalah
kerajaan yang
DAFTAR PUSTAKA
Bermana, Nana, 1997, Kerajaan Islam,
(Bandung: Irene).
Djajadiningrat, 1983, Cristische
Beschowing van de Sadjarah Banten, trj, (Jakarta: Jambatan).
Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang).
Michrob, Halwani, 1981, Pemugaran dan
penelitain Arkeologi Sebagai Sumber Bagan data Bagi Perkembangan Sejar Kerajaan
Islam Banten, (Jakarta: IPPM).
Nurhadi, 1969, Catatan Tentang Benteng
Surosowann Banten, (Jakarta: DPS4P).
Wiryosoeparto, Soetjipto, 1961, Sejarah
Nasional Indonesia jilid !!, (Jakarta: P & K).
Melalatoa, Junus. 1995. Ensiklopedi
Sukubangsa di Indonesia. Jilid A—K. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
www.kpsnusantara.com
Komentar
Posting Komentar