MAKALAH KESULTANAN BANTEN



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.    Latar Belakang ......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C.     Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A.    Sejarah Kesultanan Banten ...................................................................... 2
B.     Letak Kesultanan Banten ......................................................................... 3
C.     Aspek Kehidupan Kesultanan Banten ..................................................... 4
D.    Raja-raja di Kesultanan Banten ................................................................ 8
E.     Puncak Kejayaan ...................................................................................... 8
F.      Kemunduran Kesultanan Banten ............................................................. 9
G.    Warisan Kesultanan Banten ..................................................................... 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 11
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 11
B.     Saran ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

H.     
BAB I
PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
           Indoesia memang meilki banyak sejarah yang sangat menarik untuk dikaji, baik saat indonesia belum merdeka sampai indonesia merdeka. Satu hal yang paling menarik dari sejarah Indonesia adalah banyaknya kerajaan atau kesultanan yang ada pada abad pertengahan. Beberapa kerajaan besar berdiri di indonesia.Kerajaan tersebut tersebar di berbagai pelosok di negeri ini, dari pulau sumatera hingga pulau Irian dan yang paling ada di pulau jawa. Kebanyakan kerajaan di pulau jawa memiliki corak agama islam sehingga sering tidak disebut kerajaan melainkan sebuah kesultana
Salah satu kesultanan yang ada di pulau jawa yaitu kesultanan Banten, Kesultanan ini terletak di bagian barat pulau jawa tepatnya di provinsi banten. Kerajaan Banten memiki banyak budaya dan ciri khas yang berbeda dengan beberapa kerajaan yang ada indonesia. Meskipun Kerajaan Banten tidak termasuk suatu kesultanan karena masa berdirinya singkat. Kerajaan Banten hanya mencapai puncaknya pada saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Dari latar Belakang diatas Peneliti meras tertarik untuk melakukan sebuah pengkajian yang berjudul “ Kesultanan Banten”.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah Sejarah kesultanan Banten?
2.      Dimanakah letak atau posisi kesultanan Banten?
3.      Bagaimanakah aspek kehidupan di kesultanan Banten?
4.      Siapa raja-raja yang pernah memerinta di kesultanan Banten?
5.      Warisan apa sajakah yang berasal dari kesultanan Banten?
 C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah kesultanan Banten.
2.      Untuk mengetahui letak atau posisi kesultanan Banten.
3.      Untuk mengetahui aspek kehidupan di kesultanan Banten.
4.      Untuk mengetahui raja-raja yang pernah memerintah di kesultanan. Banten.
5.      Untuk mengetahui warisan yang ditinggalkan dari kesultanan Banten.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kesultanan Banten
1. Berdirinya Kesultanan Banten
          Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk. Sejarah utama berdirinya kerajaan Banten bermulai saa Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara. Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
2. Puncak Kejayaan
          Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
3. Penurunan
         Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
4. Penghapusan Kesultanan
         Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.[19] Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.[20] Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris.[21] Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.

B. Letak Kesultanan Banten
             Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan berhasil menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.
Description: Hasil gambar untuk LETAK KESULTANAN BANTEN
Letak Kekuasaan Kerajaan Banten
C. Aspek Kehidupan Kesultanan Banten
1. Kehidupan Politik
Berkembangnya Kerajaan Banten, tidak dapat dipisahkan dari peranan raja-raja yang pernah Kerajaan Banten.
      1.      Raja Hasanuddin
Setelah Banten di Islamkan oleh Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin. Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Ia meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang cukup pesat.
Raja Hasanuddin, juga memperluas wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat Sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Hasanuddin menikah dengan putri dari Demk dan kemudian dinobatkan sebagai Panembahan Banten pada tahun 1552. Pada tahun 1568, saat terjadi perebutan kekuasaan dan peralihan kekuasaan ke Pajang. Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Dengan demikian, Hasanuddin merupakan pendiri dan sekaligus sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
Di bawah pemerintahannya, Banten berkembang dengan pesat dan banyak dikunjungi pedagang asing, baik dari wilayah Nusantara maupun negeri lain, seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu (selatan Myanmar), dan Keling. Para pedagang asing tersebut kemudian membentuk perkampungan sesuai dengan asalnya.
Raja Hasanuddin kemudian kawin dengan putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indrapura menyerahkan tanah Selebar yang banyak menghasilkan lada kepadanya.

      2.      Panembahan Yusuf
Setelah Raja Hasanuddin wafat tahun 1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya. Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga berusaha untuk memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, raja Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan benteng terakhir kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10 tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.

      3.      Maulana Muhammad
Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit, saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin menduduki Kerajaan Banten. Tetapi Mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang Palembang. Tujuannya untuk menduduki bandar-bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya di Sumatera. Palembang akan dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru berumur lima bulan yang bernama Abu ‘Mufakir.
      4.      Abu ‘Mufakir
Abu ‘Mufakir dibantu oleh wali kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Ragkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka datang ke Indonesia adalah untuk membeli rempah-rempah.

      5.      Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah Wafat, Abu’Mufakir digantikan oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’Ma’ali Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas. Setelah Sultan Abu’Ma’ali wafat, ia digantikan oleh putranya yanmg bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa berupaya memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia. Banten mendukung perlawanan Kerajaan Mataram terhadap Belanda dari Batavia. Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping itu Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk mengadakan perompakan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkembunan tebu milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa berstirahat di Tirtayasa, tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika memerintah Kerajaan Banten, Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kerajaan Banten. Melihat terjalinnya huungan antara Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan dari tangan Sultan Haji. Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya, sehingga terjadi perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan Banten berada di bawah pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji hanyalah sebagai lambang belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan Banten, karena seluruh kekuasaan diatur oleh Belanda.

2. Kehidupan Ekonomi
            Kerajaan Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa. Pelabuhan Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan ekspor seperti lada. Selain perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi. Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.

 3. Kehidupan Sosial Budaya
           Kehidupan masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa. Para pedagang lain tersebut banyak yang menetap dan mendirikan perkampungan di Banten, seperti perkampungan Keling, perkampungan Pekoyan (Arab), perkampungan Pecinan (Cina) dan sebagainya. Di samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Dalam bidang kebudayaan : kerajaan Bnaten pernah inggal seorang Syeikh yang bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits, Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya. Salah satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di Eropa.

D. Raja-raja Di Kesultanan Banten
1.                Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
2.                Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
3.                Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596 • Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
4.                Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
5.                Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
6.                Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
7.                Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
8.                Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
9.                Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747 • Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
10.            Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773 • Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 – 1799
11.            Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
12.            Sultan Abul Nashar Muhammad   Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
13.            Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 - 1813
E. Puncak Kejayaan
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang
Masa SultanAgengTirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau KerajaanTanjungpura (KalimantanBarat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
F.   Kemunduran Kesultanan Banten
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12Maret1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22Agustus1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17April1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. SultanAbuFadhlMuhammadYahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan SultanAbul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
G. Warisan Kesultanan Banten
        Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Kejayaan masa lalu Kesultanan Banten menginspirasikan masyarakatnya untuk menjadikan kawasan Banten kembali menjadi satu kawasan otonomi, reformasi pemerintahan Indonesia berperan mendorong kawasan Banten sebagai provinsi tersendiri yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Selain itu masyarakat Banten telah menjadi satu kumpulan etnik tersendiri yang diwarnai oleh perpaduan antar-etnis yang pernah ada pada masa kejayaan Kesultanan Banten, dan keberagaman ini pernah menjadikan masyarakat Banten sebagai salah satu kekuatan yang dominan di Nusantara.
Peninggalan kepurbakalaan tersebut adalah :
  1. Komplek Keraton Surosowan
  2. Komplek Mesjid Agung
  3. Meriam Ki Amuk
  4. Mesjid Pacinan Tinggi
  5. Komplek Keraton Kaibon
  6. Mesjid Koja
  7. Kerkhof
  8. Benteng Spelwijk
  9. Klenteng Cina
  10. Watu Gilang
  11. Makam Kerabat Sultan
  12. Mesjid Agung Kenari
  13. Benda-benda purbakala di Museum Banten

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
         Dari Pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan berberapa hal pokok sebagai berikut:
1.      Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada   tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
2.      Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya
3.      Aspek kehidupan Kesultanan Banten meliputi: Aspekkehidupan politik, aspek kehidupan ekonomi, dan aspek kehidupan sosial dan budaya.
4.      Kesultanan banten sepanjang sejaarahnya diperintah oleh beberapa raja dan saat pemerintahan sultan agung tertiyasa kesultanan banten mengalami masa kejayaan.
5.      Setelah dihapuskannya Kesultanan Banten, wilayah Banten menjadi bagian dari kawasan kolonialisasi. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tahun 1817 Banten dijadikan keresidenan, dan sejak tahun 1926 wilayah tersebut menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat.

B. Saran
       Saran penulis adalah agar masyarakat lebih mempelajari sejarah-sejarah yang ada di indonesia, salah saatunya memahami tentang kerajaan yang ada di indonesia. Salah satu contohnya adalah kerajaan yang



DAFTAR PUSTAKA

Bermana, Nana, 1997, Kerajaan Islam, (Bandung: Irene).
Djajadiningrat, 1983, Cristische Beschowing van de Sadjarah Banten, trj, (Jakarta: Jambatan).
Hamka, 1967, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang).
Michrob, Halwani, 1981, Pemugaran dan penelitain Arkeologi Sebagai Sumber Bagan data Bagi Perkembangan Sejar Kerajaan Islam Banten, (Jakarta: IPPM).
Nurhadi, 1969, Catatan Tentang Benteng Surosowann Banten, (Jakarta: DPS4P).
Wiryosoeparto, Soetjipto, 1961, Sejarah Nasional Indonesia jilid !!, (Jakarta: P & K).
Melalatoa, Junus. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A—K. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
www.kpsnusantara.com

Komentar

Postingan Populer